Aksiologi dan Filsafat Ilmu

Aksiologi dan Filsafat Ilmu
Aksiologi dan Filsafat Ilmu


Pengertian Aksiologi

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani dengan dua kata, yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. Aksiologi bisa juga disebut sebagai the theory of value atau teori nilai.

Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi menurut Kattsoff ialah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Jadi Aksiologi adalah bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and and). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis.

Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.

Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.

Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai. Kata “Nilai” merupakan kata jenis yang meliputi segenap macam kebaikan dan sejumlah hal yang lain. Nilai itu objektif ataukah subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif, apabila subjek sangat berperan dalam segala hal, kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis. Dengan demikian, nilai subjektif akan selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimilki akal budi manusia, seperti perasaan, intelektualitas, dan hasil nilai subjektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian yaitu Moral Conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika; Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan; Socio-politcal life, yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat sosial politik.

Hakekat Aksiologi

Kattsoff menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman; Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal; Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

Situasi nilai meliputi empat hal yaitu pertama, segi pragmatis yang merupakan suatu subyek yang memberi nilai. Kedua, segi semantis yang merupakan suatu obyek yang diberi nilai. Ketiga, suatu perbuatan penilaian. Keempat, nilai ditambah perbuatan penilaian.

Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal, teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,kriteria dan status metafisik dari nilai. Problem utama aksiologi ujar runes berkaitan tiga faktor yaitu kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasl dari keinginan, kesenangan, kepentingan, keinginan rasio murni; jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental (baik barang-barang ekonomi atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik; Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum, sebagai landasan ilmu, aksiologi membicarakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan. Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat Nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.

Nilai Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung kualitas-kualitas pengirisan didalam dirinya, sedangkan Nilai Instrumentalnya ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris, jadi dapat disimpulkan bahwa Nilai Instrinsik ialah Nilai yang yang dikandung pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan Niai guna.

Situasi Nilai maliputi Suatu subyek yang memberi Nilai yang sebaiknya kita namakan “segi pragmatis”; Suatu obyek yang diberi nilai yang kita sebut “segi semantis”; Suatu perbuatan penilaian; Suatu Nilai ditambah perbuatan peniaian.

Pendekatan-pendekatan dalam Aksiologi dapat dijawab dengan tiga macam cara, yaitu Nilai sepenuhnya berhakekat subyektif; Nilai-Nilai merupakan kenyataan-kenyataan yang ditinjau dari segi ontologi namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu; Nilai-Nilai merupakan unsur-unsur obyektif yang menyusun kenyataan.

Kategori Dasar Aksiologi

Terdapat dua kategori dasar aksiologi, yaitu Objectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu yang dilakukan apa adanya sesuai keadaan objek yang dinilai; Subjectivism, yaitu penilaian terhadap sesuatu dimana dalam proses penilaian terdapat unsur intuisi (perasaan).

Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu teori nilai intuitif, teori nilai rasional, teori nilai alamiah, dan  teori nilai emotif. Teori nilai intuitif dan teori nilai rasional beraliran Objectivism sedangkan teori nilai alamiah dan teori nilai emotif beraliran Subjectivism.

Teori nilai intuitif (The intuitive theory of value). Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Bagaimanapun juga suatu perangkat nilai yang absolute itu eksis dalam tatanan yang bersifat obyektif. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang bersifat baku. Mereka menegaskan bahwa nilai eksis sebagai piranti obyek atau menyatu dalam hubungan antar obyek, dan validitas dari nilai tidak bergantung pada eksistensi atau perilaku manusia. Sekali seseorang menemukan dan mengakui nilai tersebut melalui proses intuitif, ia berkewajiban untuk mengatur perilaku individual atau sosialnya selaras dengan preskripsi moralnya.

Teori nilai rasional (The rational theory of value). Bagi mereka janganlah percaya padanilai yang bersifat obyektif dan murni independent dari manusia. Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanyaorang jahat atu yang lalai ynag melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan. Jadi dengan nalar atau peran tuhan nilai ultimo, obyektif, absolut yang seharusnya mengarahkan perilakunya.

Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value). Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan , dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak absolute tetapi bersifat relative. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi manusia.

Teori nilai emotif (The emotive theory of value). Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan factual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverivikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.

Aksiologi dan Nilai

Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan
Kualitas ialah sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek. Dengan kata lain, kualitas ialah suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang barang tersebut dan dapat membantu melukiskanya. Kualitas empiris ialah kualitas yang dapat diketahui melalui pengalaman.

Kualitas merupakan sesuatu yang dapat disebutkan dari suatu obyek atau suatu segi dari barang sesuatu yang merupakan bagian dari barang tersebut dan dapat membantu melukiskannya. Adapun kualitas empiris didefinisikan sebagai kualitas yang diketahui atau dapat diketahui melalui pengalaman.

Jika Nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas Nilai-Nilai, tetapi tidak mungkin sebaliknya. Contoh “pisang itu kuning” tapi saya tidak bisa mengatakan bahwa “kuning itu pisang”, karna kuning bermacam-macam.

Kenyataan bahwa Nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti Nilai tidak dapat dipahami. Nilai bersifat subyektif, contoh si A mengatakan bahwa “si gadis itu cantik”, tapi si B mengatakan bahwa “si gadis itu jelek”.

Nilai sebagai obyek suatu kepentingan
Ada yang mengatakan bahwa masalah Nilai sesungguhnya merupakan masalah pengutamaan. Contoh ungkapan “perang merupakan suatu keburukan” kiranya diiringi oleh tanggapan ”saya menentang perang”.

Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan “x bernilai” maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan “ saya mempunyai kepentingan pada x”. Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan istilah “kepentingan”.

Dewey menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang dicari untuk ditemukan. Nilai bukanlah suatu kata benda atau kata sifat. Masalah nilai berpusat pada perbuatan memberi nilai. Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut perasaan dan keinginan. Pemberian nilai juga menyangkut tindakan akal untuk menghubungkan sarana dan tujuan.

Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal tersebut mempunyai Nilai, jadi dapat disimpulkan bahwa Nilai ialah kepentingan.

Teori Pragmatis Mengenai Nilai
Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap teori Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya teori lain, yaitu Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan begitu pula halnya dengan teori pragmatisme mengenai Nilai. Jadi dapat disimpulkan bahwa Teori Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.

Nilai Sebagai Esensi
Sesungguhnya Nilai-Nilai merupakan hasil ciptaan yang-tahu (subyek yang mengetahui). Jika Nilai merupakan Nilai karena kita yang menciptakannya, maka tentu kita akan dapat membuat baik menjadi buruk dan sebaliknya.

Esensi adalah inti, sesuatu yang menjadi pokok utama, hakikat. Contoh “Perdamaian merupakan sesuatu yang bernilai”, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat Nilai yang mendasarinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Nilai sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut.

Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak dapat di lakukan sebagaimana kita memahami warna.

Kaitan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.





Daftar Pustaka:
Ali, Hamdani. 1993. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang

Bahtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Endrotomo. 2004. Ilmu dan Teknologi. Information System ITS

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Baya Madya Pratama

Kasttoff, Louis O. 1992. Element of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana

Mustansyir, Rizal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Poedjawijatna. 2004. Tahu dan Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta

Sahabuddin. 1997. Filsafat Pendidikan suatu Pengantar ke dalam Pemikiran, Pemahaman, dan Pengamalan Pendidikan Bersendikan Filsafat. Ujung Pandang. Program Pascasarjana IKIP

Salam, Burhanuddin. 1997. Logika Materil : Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Reneka Cipta

Salam, Burhanudin. 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA

Soe, Soejono Margono. 1986. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Sumatriasumatri, Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan

Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filsafat Ilmu : sebuah pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan


Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: Remaja Rosdakarya

Not need to know.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »